4.400.000 Pengusaha

[b]” Indonesia membutuhkan setidaknya 2 persen penduduk untuk menjadi pengusaha, kini baru 0,18 persen saja,” ujar Ciputra, entrepreneur sukses pemilik berbagai macam jenis usaha (KOMPAS, Sabtu 4 April 2009 hal.18 ). Pak Cip, panggilan akrab Ciputra sangat fasih jika berbicara tentang kewirausahaan karena memang telah lama berkecimpung di dalamnya. Beliau sendiri patut dijadikan model pengusaha yang ulet, gigih, dan pantang menyerah dalam berusaha. Hasilnya, perusahaan pengembang properti, agen properti, perusahaan konstruksi, gas dan lain-lainnya. Seusai kuliah, Pak Cip terus mengasah kemampuannya dalam berbisnis. Beliau menekuni bidang yang sesuai dengan latar belakang pendidikan yaitu Teknik Sipil ITB. Di bawah bendera Grup Ciputra, Pak Cip tiada henti membangun proyek-proyek properti berupa perumahan kelas menengah ke atas, mall, apartemen dan juga hotel di kota-kota besar di Indonesia. Begitu banyaknya proyek yang dibangun seolah-olah hanya ada 2 kelompok perusahaan developer yaitu Grup Ciputra dan non Grup Ciputra.

Apa yang dikatakan Pak Cip diatas disampaikan pada sebuah seminar ”Leadpreneurship : Bertahan di Tengah Krisis” Jumat, 3 April 2009 di Jakarta. Beliau tentunya tidak asal ngomong. Misalkan jumlah penduduk Indonesia saat ini 220.000.000 jiwa maka 2 % nya adalah 4.400.000 jiwa. Kalau jumlah pengusahanya hanya 0,18 persen dari 220.000.000 di dapat angka 396.000. Berarti masih ada selisih 4.400.000 - 396.000 = 4.004.000. Angka yang begitu besar dan merupakan lowongan kerja yang sangat luas. Ayo, siapa yang berminat menjadi pengusaha ?

Pada umumnya orang lebih memilih berstatus sebagai karyawan. Setelah selesai menyelesaikan pendidikan mereka sibuk melamar kerja kesana kemari. Karyawan, baik swasta, BUMN maupun pemerintah adalah posisi yang diincar kebanyakan orang. Walaupun belum tentu mudah untuk mendapatkan pekerjaan karena tingkat persaingan yang tinggi diantara sesama pencari kerja dan juga lowongan pekerjaan yang ada jumlahnya terbatas. Dengan berstatus karyawan seseorang berada dalam comfort zone, wilayah yang mapan serta nyaman. Baik bekerja dengan etos kerja tinggi maupun sak karepe dhewe pada akhir bulan mendapatkan gaji sebagai balas jasa atas apa yang telah dilakukan sesuai bidang pekerjaannya masing-masing. Jarang yang mantap memilih membuka usaha sendiri karena merasa lebih enak bekerja dengan orang lain. Menjadi bawahan yang hanya kacung bagi para atasan atau sasaran pelampiasan emosi kemarahan manager, pemilik usaha, bos atau direktur.

Berulang kali melamar kerja selalu tidak di terima. Sudah banyak uang yang dikeluarkan dalam proses mencari kerja namun hasilnya nihil. Jika sudah begitu mengapa tidak berniat berwirausaha ? Sejuta alasan diajukan orang untuk menjawab pertanyaan tadi. Tidak punya modal, koneksi dan belum berpengalaman adalah beberapa alasannya. Padahal when there is a will, there is a way. Dimana ada kemauan pasti ada jalan. Faktor gengsi atau malu juga menghinggapi kebanyakan orang yang ingin memulai suatu jenis usaha tertentu. Malu kalau dilihat orang, direndahkan teman, dan dilecehkan saudara. Masak sarjana jualan bakso ? Bukankah lebih baik bekerja apa saja yang penting halal daripada hanya menunggu panggilan interview yang jarang datang ? Saya teringat pada sebuah buku yang pernah saya baca. Buku tersebut mengatakan carilah uang walaupun harus bekerja berat dan hasil yang diperoleh sedikit. Sesuatu itu dimulai dari yang kecil kemudian membesar. Sedikit demi sedikit lama-lama juga akan membukit. Dari hanya 1 usaha dan seterusnya beranak pinak. Pak Cip pernah membuktikannya. Mari kita teladani beliau dalam berwirausaha. Jadilah pengusaha jika ingin mencapai kebebasan finansial sekaligus kepuasan batin / rohani.