HAMPIR semua orang pernah merasakan atau mencicipi yang namanya vetsin, atau istilah kimianya adalah monosodium gluatamate (MSG).
Masakan diyakini tidak berasa lezat apabila belum dibubuhi MSG. Namun, dari sisi kesehatan, produk ini masih menimbulkan kontroversi.
Merek-merek MSG yang beredar di Indonesia bermacam-macam dan saat ini mudah dijumpai di pasaran. Kira-kira 30–40 tahun lalu, MSG mengandung kontroversi mengenai masalah keamanan bagi kesehatan manusia.
Hal ini bermula pada 1968, ketika Ho Man Kwok mengirim surat kepada The New England Journal of Medicine, yang menyatakan bahwa dia selalu mengalami sindroma yang aneh setelah menyantap makanan di restoran China. Dari sinilah isu keamanan kesehatan MSG bermula, dan timbullah istilah yang bernama Chinese Restaurant Syndrome (CRS).
Sindroma ini mempunyai gejala antara lain, merasakan mati rasa di daerah belakang leher yang menjalar hingga lengan dan punggung. Namun, biasanya gejalanya akan hilang sendiri setelah dua jam. Setelah muncul istilah CRS ini barulah MSG menjadi isu kesehatan yang mengglobal. Banyak pihak yang akhirnya meninggalkan konsumsi MSG karena termakan isu CRS, terutama di negara-negara Barat.
Isu malah berkembang hingga banyak yang mengatakan bahwa MSG adalah zat karsinogenik (zat yang menyebabkan kanker) dan juga zat yang menyebabkan palpitasi jantung dan sebagainya. Kini, lebih 40 tahun telah berlalu. Berbagai macam penelitian mengenai MSG pernah dilakukan oleh banyak pihak.
Hasilnya, MSG tidak terbukti secara langsung menyebabkan berbagai penyakit. Pandangan MSG sebagai penyebab berbagai macam problema kesehatan lalu diubah. Food and Drugs Administration (FDA), badan yang menangani masalah makanan dan obat-obatan di Amerika Serikat, sudah resmi mengatakan bahwa bumbu masak yang ditemukan pada 1909 oleh Ajinomoto Corporation di Jepang itu aman dikonsumsi.
MSG mengandung lebih sedikit sodium (natrium) dibandingkan garam,sehingga secara teoritis merupakan zat substituen (pengganti) yang baik untuk garam bagi mereka yang harus berdiet rendah sodium. MSG menurut penelitian bukan karsinogenik (zat yang dapat menimbulkan kanker) dan juga bukan zat mutagenik (zat yang dapat memicu mutasi gen).
Meski FDA telah menyatakan bahwa MSG aman dikonsumsi dan rendah sodium, tentu kita menghindarkan konsumsi yang berlebihan. Kita semua yakin bahwa segala yang dikonsumsi berlebihan berakibat kurang baik bagi tubuh. Untuk itu, konsumsilah MSG secukupnya, terutama bagi Anda yang berbadan sehat tanpa pantangan diet MSG dari dokter.
MSG tidak dianjurkan bagi mereka yang sensitif terhadap MSG (sekitar 1 persen dari populasi) dan juga mereka yang sering terkena serangan asma berat. Jika terlalu banyak termakan, MSG dapat menyebabkan keracunan garam yang berakibat tekanan darah tinggi (hipertensi).
Untuk golongan penduduk dengan kelebihan berat badan (kegemukan atau obesitas), risikonya naik menjadi 50 persen. Hipertensi yang kronis dan diabaikan dapat secara tiba-tiba membawa malapetaka, seperti serangan jantung ataustroke. Keracunan garam juga bisa menyebabkan lemah jantung, penyakit jantung koroner, dan gangguan ginjal.
Keracunan garam dapat terjadi karena kadar natrium/sodium dalam 1 gram garam dapur setara dengan kadar natrium/sodium yang terkandung dalam 3 gram (1 sendok teh) MSG. Satu gram garam dapur membuat satu mangkuk sup atau mi menjadi asin.
Sebaliknya, 3 gram MSG tidak terasa asin, malah terasa lezat dan gurih, sehingga secara tidak sadar kita bisa keracunan natrium/sodium karena keblabasan menambahkan MSG.
Apalagi, jika sejak bayi sudah mulai dijejali dengan MSG dengan kadar berlebih dan terus-menerus sampai dewasa. Biasanya, orang yang terbiasa mengonsumsi MSG menjadi toleran dan ingin makan lebih banyak lagi karena sudah kecanduan. Hasilnya, tidak mustahil 20 tahun kemudian sebagian besar bayi sudah mulai mengidap hipertensi.
Sumber : Okezone.com