5 Pemahaman Watt Yang Keliru
Watt, yang ternyata sudah dipakai semua orang di seluruh dunia selama lebih dari seabad adalah satuan untuk daya, bukan satuan untuk energi. Tapi pertanyaan saya, mengapa untuk menghitung pemakaian energi listrik kita menggunakan satuan watt? Yaitu dengan mengalikan satuan daya (watt) dikalikan dengan satuan waktu (hour) lama peralatan beroperasi sehingga muncul satuan KWH (kilo watt hour). Mengapa bukan satuan Joule, satuan untuk energi? Padahal Joule sudah diakui sebagai satuan standar untuk pengukuran energi dalam sistem metrik. Joule sudah luas dipakai di seluruh dunia dalam dunia kelistrikan, mungkin Anda belum pernah mendengarnya, karena selama ini Joule ditutupi oleh Watt. Demikian sebuah pernyataan yang pernah saya baca di sebuah website dan juga pernah ditulis dalam koran harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta tanggal 2 Oktober 2009 lalu.
Beberapa fakta pemahaman yang keliru mengenai satuan watt sebagai berikut:
1. Semua peralatan yang menggunakan listrik sebagai sumber dayanya selalu mencantumkan watt sebagai patokan konsumsi energinya. Sementara berbicara sumber daya listrik, orang di lapangan --termasuk orang-orang engineering di dalamnya-- banyak menyebutnya dalam satuan VA atau KVA, bukan watt. Sementara hanya sedikit orang awan yang mengerti bahwa satuan energi sebenarnya adalah Joule, bukan watt. Meskipun sebenarnya satuan watt sendiri bisa didefinisikan sebagai Joule per detik.
2. Orang sering menyebut salah sumber daya listrik rumah misalnya dengan satuan watt, padahal yang lebih tepat adalah VA, atau KVA untuk satuan yang lebih besar, baik sumber daya yang dihasilkan oleh sumber daya portable semacam generator set (genset) maupun sumber daya listrik dari PLN. Karena konversi VA menjadi Watt ada faktor Cos Phi yang menjadi variable pengalinya disana, sehingga 1 VA tidak sama atau ekivalen dengan 1 watt, tapi mendekati 1 watt karena bilangan Cos Phi tidak pernah muncul angka 1 tetapi 0,.. (nol koma sekian-sekian). Contoh sebuah rumah dengan sambungan R1 daya 450 VA tidak sama dengan 450 watt. dan secara praktek daya maksimum yang bisa dipakai rumah tersebut adalah sebesar 440 VA dengan catatan tegangan listrik atau voltase dari PLN tidak drop dari 220 V.
3. Satuan watt acapkali dianggap selalu punya konversi yang berbanding lurus dengan satuan daya atau tenaga lainnya seperti PK (power horse) misalnya, padahal adakalanya sebuah peralatan listrik dengan satuan PK yang sama tapi ada yang wattnya bisa lebih rendah. Contoh AC jenis inverter kapasitas ½ PK kalau menganut teori konversi 1 PK = 746 W seharusnya AC kapasitas ½ PK ekivalen dengan daya 350 watt tapi prakteknya AC jenis inverter ½ PK hanya mengkonsumsi daya (watt) lebih rendah, yaitu hanya 320 watt. Sebaliknya, ada AC merk Cina, maaf saya sebut saja merknya TCL. AC ini mematok konsumsi energinya sebesar 790 Watt untuk kapasitas AC-nya yang 1 PK.
4. Rata-rata orang awan menyakini bahwa semakin tinggi watt sebuah peralatan maka akan semakin boros konsumsi energi listriknya. Betul, tapi ternyata tidak selalu seperti itu. Contoh pada kulkas dengan kapasitas daya 70 watt ternyata kompresornya butuh bekerja sebanyak 3.000 detik per jam. Artinya, kompresor hanya bisa istirahat selama 600 detik per jam. Sementara kulkas dengan daya 100 watt kompresornya hanya butuh bekerja sebanyak 1.000 detik per jam. Artinya, kompresornya bisa beristirahat lebih lama selama 2.600 detik per jam. Nah, silahkan dihitung sendiri hasil perkaliannya kulkas 70 watt akan lebih tinggi, yaitu ketemu: 0.07 KW X 3000/3600 jam = 0.059 KWH per jamnya, sementara yang 100 watt kalau dihitung: 0.1 KW X 1000/3600 jam = 0.027 KWH per jam dalam mengahabiskan energi listriknya. Dari sini kesimpulannya tidak selalu peralatan yang wattnya tinggi selalu lebih boros energi dan kurang efisien dibanding yang wattnya lebih rendah tetapi terkadang malah sebaliknya.
5. Ada juga yang beranggapan sebuah bola lampu akan semakin terang jika wattnya semakin tinggi padahal ini anggapan yang tidak selalu benar karena prakteknya tidak selalu seperti itu. Yang benar adalah lampu dengan ratio lumen per wattnya lebih tinggi akan mempunyai daya pancar atau kekuatan cahaya (lux) lebih tinggi. Artinya, semakin tinggi rasionya berarti semakin terang dan efisien lampunya. Dan lampu seperti ini banyak ditemui dalam lampu hemat energi jenis PLS, PLC, TL dan Metal halide. Contoh, lampu pijar 25 watt secara konsumsi energi lebih tinggi dari lampu jenis PLC 11 watt, tapi secara kekuatan cahaya (lux) lampu pijar 25 watt lebih rendah dari lampu PLC 11 watt. Kesimpulannya, mindset yang memandang watt saja sebagai satu-satunya alat ukur yang menentukan sebuah peralatan listrik itu dikatakan hemat atau tidak perlu dirubah dengan membuat ratio perbandingan dari output capacity dibanding input power consumption-nya. Semakin tinggi rasionya berarti sebuah peralatan akan semakin efisien dan hemat energinya. Demikian kurang lebihnya beberapa pemahaman tentang satuan watt yang keliru di masyarakat awan.
http://www.diptara.com/2009/12/5-pemahaman-watt-yang-keliru.html